![]() |
| Foto// Lokasi Proyek |
LOMBOK TENGAH, penaNTB.com – Proyek revitalisasi/rehabilitasi Saluran High Level Diversion (HLD) Renggung–Rutus di Kecamatan Kopang, Kabupaten Lombok Tengah, senilai Rp45 miliar yang dikerjakan PT Melindo, kini menuai sorotan dari aktivis daerah. Aliansi Pemerhati Penegak Hukum (AP3H) mendesak Aparat Penegak Hukum (APH) untuk turun langsung melakukan pengawasan dan evaluasi menyeluruh terhadap pelaksanaan proyek tersebut.
Ketua AP3H, Apriadi Abdi Negara, menilai sejumlah pernyataan pihak pelaksana teknis lapangan yang disampaikan ke media justru memperkuat urgensi pengawasan ekstra ketat dari APH dan lembaga berwenang.
“Alasan-alasan yang disampaikan pihak pelaksana teknis lapangan di media justru semakin memperkuat perlunya pengawasan serius dari APH,” ujar Apriadi, Senin (15/12).
Ia mengungkapkan, berdasarkan informasi lapangan dan pemberitaan media, proyek strategis nasional tersebut menghadapi berbagai kendala serius, mulai dari cuaca ekstrem, longsoran saluran, keterbatasan material, hingga pasokan beton yang minim.
Kondisi tersebut, menurutnya, menimbulkan kekhawatiran publik terhadap kualitas pekerjaan serta potensi keterlambatan penyelesaian proyek, mengingat masa kontrak pekerjaan disebut berakhir pada Desember tahun ini.
AP3H juga menyoroti pengakuan pelaksana teknis lapangan terkait terjadinya sliding atau longsoran pasca pengerukan sedimen, keterhambatan pekerjaan beton, serta upaya mengejar target dengan sistem kerja lembur atau over time.
“Nyaris setiap hari ada saja lokasi yang longsor. Bahkan per hari ini, tepatnya di ruas baru Bujak, terdapat longsoran baru yang mencapai ratusan meter. Ini menunjukkan tidak adanya evaluasi serius dari pelaksana terhadap kondisi dan mutu pekerjaan di lapangan,” tegasnya.
Apriadi menekankan, proyek revitalisasi saluran HLD dengan nilai puluhan miliar rupiah ini berdampak langsung pada hajat hidup masyarakat luas, mulai dari pemenuhan air baku bagi lebih dari satu juta jiwa, irigasi hampir 100 ribu hektare lahan pertanian, hingga suplai air untuk Kawasan Mandalika.
“Proyek sebesar ini tidak boleh dikerjakan secara tergesa-gesa dengan mengorbankan mutu,” katanya.
Melalui pernyataan resminya, AP3H mendesak APH untuk segera melakukan evaluasi lapangan secara independen, khususnya terhadap mutu pekerjaan, metode teknis penanganan longsoran, serta kepatuhan terhadap spesifikasi kontrak.
Selain itu, AP3H juga meminta Balai Wilayah Sungai (BWS) selaku penanggung jawab teknis proyek agar membuka informasi progres pekerjaan secara transparan kepada publik. Jika ditemukan indikasi pekerjaan dipaksakan demi mengejar target waktu tanpa memperhatikan standar kualitas, audit teknis dan administratif diminta segera dilakukan.
“Kami tegaskan, pengawasan hukum bukan untuk menghambat proyek, melainkan untuk melindungi kepentingan negara dan masyarakat, agar proyek strategis ini benar-benar memberi manfaat jangka panjang dan tidak meninggalkan persoalan struktural di kemudian hari,” ujarnya.
Apriadi menambahkan, APH tidak seharusnya menunggu proyek selesai dan bermasalah terlebih dahulu untuk bertindak.
“Pengawasan harus dilakukan sekarang, saat pekerjaan masih berjalan,” tutupnya.
Sementara itu, Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) proyek HLD, Bagus, yang coba dikonfirmasi media melalui sambungan telepon belum memberikan respons. Hal serupa juga terjadi saat media mencoba menghubungi Pelaksana Teknis Lapangan dari Satuan Kerja Balai Wilayah Sungai (BWS).

0 Komentar