![]() |
| Foto// Wakil Ketua II DPRD Kabupaten Lombok Utara I. Made Kariyasa |
Lombok Utara, Penantb.com — Kebijakan mutasi terhadap 26 pejabat struktural di lingkungan Pemerintah Kabupaten Lombok Utara (KLU) menuai sorotan dari DPRD. Wakil Ketua II DPRD KLU, I Made Kariyasa, menilai langkah yang diambil Bupati Lombok Utara tersebut tidak mencerminkan prinsip meritokrasi sebagaimana diamanatkan dalam sistem Aparatur Sipil Negara (ASN).
Menurut Kariyasa, mutasi yang dilakukan baru-baru ini justru menimbulkan kesan adanya penurunan jabatan (demosi) terhadap sejumlah pejabat yang selama ini memiliki kinerja baik dan menempati posisi strategis seperti sekretaris dinas dan kepala bidang.
“Ironisnya, beberapa dari mereka justru dipindahkan menjadi guru atau tenaga kesehatan (perawat), sementara posisi strategis yang ditinggalkan hanya diisi oleh pelaksana tugas (PLT). Ini menurut saya sudah seperti demosi terhadap pejabat kita,” tegas politisi PDI Perjuangan tersebut, Rabu (15/10/2025).
Kariyasa menilai, kebijakan semacam ini bisa berdampak negatif terhadap motivasi dan semangat kerja ASN, terlebih Lombok Utara masih menghadapi kekurangan sumber daya manusia (SDM) di bidang struktural.
Ia mengingatkan bahwa prinsip meritokrasi merupakan pondasi utama dalam manajemen ASN sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2023 tentang Aparatur Sipil Negara, yang menegaskan bahwa setiap pengangkatan, pemindahan, dan pemberhentian ASN harus didasarkan pada kualifikasi, kompetensi, dan kinerja, bukan karena kepentingan non-profesional atau politik.
“Dalam Pasal 9 ayat (2) UU ASN disebutkan bahwa manajemen ASN harus berdasarkan sistem merit, yaitu kebijakan dan manajemen yang didasarkan pada kualifikasi, kompetensi, dan kinerja secara adil dan wajar tanpa diskriminasi,” jelasnya.
Ia juga mengutip Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 2017 tentang Manajemen PNS, sebagaimana diubah dengan PP Nomor 17 Tahun 2020, yang menyatakan bahwa mutasi atau rotasi jabatan hanya dapat dilakukan untuk pengembangan karier ASN dan kebutuhan organisasi, bukan karena pertimbangan subjektif.
“Kalau mutasi tidak didasarkan pada sistem merit, maka kebijakan itu berpotensi melanggar asas profesionalitas dan berimplikasi pada turunnya motivasi ASN. Ini bisa merugikan pelayanan publik kita,” tambahnya.
Politisi asal Kecamatan Tanjung itu menegaskan bahwa kebijakan mutasi tanpa dasar objektif justru mengancam stabilitas birokrasi dan dapat menimbulkan persepsi negatif di masyarakat.
“Bupati seharusnya menahan diri dalam mengambil kebijakan strategis seperti ini. Jangan karena alasan penyegaran organisasi malah menimbulkan kesan balas dendam politik. Kita ini kekurangan pejabat, jangan sampai karena ego politik, orang-orang yang punya kemampuan justru diturunkan jadi guru atau perawat,” tandasnya.
Kariyasa berharap agar ke depan Pemerintah Kabupaten Lombok Utara lebih bijak, transparan, dan akuntabel dalam setiap kebijakan mutasi ASN.
“Kebijakan mutasi seharusnya menjadi instrumen penguatan birokrasi, bukan sebaliknya. Kita ingin birokrasi Lombok Utara semakin sehat dan berorientasi pada pelayanan publik yang berkualitas,” pungkasnya.

0 Komentar